Tantangan Sekolah Swasta di Era Pandemi

Sumber Gambar :

Dampak pandemi Covid-19 merambah luas pada semua sektor kehidupan. Bukan hanya kesehatan, ekonomi, sosial, tetapi juga sektor pendidikan. Masa pandemi Covid-19  juga dirasakan sekolah swasta yang kesulitan untuk bisa bertahan.

 

Sekolah swasta khususnya tingkat SMA/SMK/MA  menjerit karena selama pandemi ini tidak pemasukan akibat para siswa belajar di rumah tersendat. Orang tua sebagian meminta pemotongan pembayaran SPP. Di lain pihak sekolah harus tetap membayar honorarium guru dan tenaga kependidikan secara penuh. Termasuk pengeluaran untuk mendukung belajar di rumah.

 

Padahal harus diakui,  sekolah-sekolah swasta sangat mengandalkan pemasukan dari pembayaran SPP bulanan maupun dana sumbangan pendidikan (DSP).

 

Memasuki penerimaan siswa baru, sekolah swasta juga menghadapi tantangan yang tidak ringan. Semakin banyaknya sekolah negeri yang dibangun, menyebabkan jumlah siswa yang mendaftar juga berkurang. Meskipun, sebagian sekolah favorit ada yang masih bertahan dan tetap menjadi pilihan. Tetapi itu pun jumlahnya masih sangat sedikit.

 

Kabar mengejutkan terjadi pada akhir Juni 2020 lalu, sebuah sekolah swasta yang dulunya favorit di Kota Serang, yakni SMK Prisma terpaksa harus menutup operasionalnya atau tidak menerima siswa baru. Hal itu karena berdasarkan data tahun lalu, jumlahnya sudah sangat sedikit dan tidak sebanding dengan biaya operasional.

 

Tutupnya SMK Prisma bukan pertama, karena ada sejumlah sekolah lain di Banten yang juga bernasib sama. Ada beberapa faktor tutupnya sekolah swasta yakni belum ada aturan yang tegas dalam membatasi penerimaan siswa di sekolah negeri, Sekarang ini, hampir setiap kecamatan sudah memiliki sekolah negeri. Kemudian, kurangnya kemampuan sarana dan prasarana sekolah dan sumber daya manusia menjadi persoalan. Guru-guru sekolah swasta merangkap mengajar pada sekolah swasta lain dan juga negeri.

 

Selain itu, perhatian pemerintah pada sekolah swasta selama ini sangat minim. Akibatnya setiap tahun sekolah swasta kalah bersaing. Sekolah swasta kebanyakan menerima siswa baru yang sebelumnya mendaftar ke sekolah negeri tetapi gagal.

 

Hal lain, yakni besaran Dana Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan diberikan untuk swasta sangat berbeda dengan yang diberikan kepada sekolah negeri. Sebagaimana diketahui, besaran dana BOS reguler di tingkat SMA Rp1,5 juta sedangkan SMK sebesar Rp1,6 juta.

 

Hal lain yang perlu dikritisi, yakni kebijakan sekolah gratis untuk semua yang belajar di sekolah negeri menjadi salah satu faktor siswa berbondong-bondong mendaftar ke sekolah negeri. Biaya gratis, dapat beasiswa, dan sarana prasarana cenderung lengkap makin membuat sekolah swasta sulit bersaing.

 

Oleh karena itu banyaknya sekolah swasta tutup harus menjadi perhatian bersama para pemangku kepentingan di Banten. Perlu ada evaluasi dan penyelamatan agar sekolah  swasta bisa bersaing dan bertahan. Perlu perhatian lebih, apalagi dalam situasi pandemi Covid-19.

 

Peran pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota dalam memperhatikan keberadaan sekolah swasta sangat penting. Artinya, pada era pandemi Covid-19, sekolah swasta merupakan hal yang menjadi perhatian serius dibantu, melalui perbaikan regulasi, kebijakan maupun membuka akses supaya bisa tetap bertahan dan bersaing.*** (Maksuni Husen, praktisi pers)

 

 


Share this Post