Aspirasi Buruh Terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Sumber Gambar :

Gelombang aksi kaum buruh dalam menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di Banten Selasa (3/3/2020) berjalan kondusif. Aspirasi kaum buruh telah disampaikan ke DPRD Banten untuk disampaikan ke pusat.

 

Ada beberapa alasan kaum buruh menolak Omnibuslaw RUU Cipta Kerja (Cika). Salah satunya  berkaitan dengan cluster ketenagakerjaan. Kalangan buruh berharap lewat aksi demo,  DPRD Banten membantu menyampaikan aspirasi tersebut kepada pemerintah pusat.

 

Pihak DPRD Banten menerima poin-poin yang menjadi kesepakatan dan akan menyampaikan aspirasi buruh kepada pemerintah pusat. DPRD meyakini, aspirasi dari buruh akan menjadi pertimbangan pemerintah pusat dalam membahasan Omnibus Law RUU Cika. Mengingat RUU tersebut masih berbentuk draf dan masih memungkinkan diterimanya masukan.

 

Sikap DPRD Banten dalam menerima aspirasi kaum buruh merupakan hal yang tepat mengingat DPRD adalah wakil rakyat. Sehingga aspirasi elemen masyarakat, termasuk kalangan buruh harus disampaikan.

 

Demo kaum buruh di Banten yang berjalan kondusif dan aman juga patut diapresiasi. Hal itu menunjukkan kesigapan aparat dan juga kesdaran kaum buruh dalam menyampaikan aspirasi tetap dalam koridor tidak melakukan pelanggaran hukum.

 

Gelombang aksi buruh meuncul pasca usulan pemerintah ke DPR tentang pembahasan omnibus law beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) menuai reaksi publik. Salah satunya omnibus law RUU Cika.

 

Protes dan penolakan buruh dengan adanya omnibus law RUU Cika tersebut merupakan hal yang wajar. Sebab, mengkahwatirkan poin-poin dalam omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja tersebut merugikan buruh, terutama dari hak-hak yang dimiliki kalangan buruh.

 

Omnibus Law Cika mencakup 11 klaster dari 31 kementerian dan lembaga terkait. Adapun 11 klaster tersebut adalah penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi,  ketenagakerjaan, kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, dan  kawasan ekonomi.

Beberapa poin yang meresakan kalangan buruh antara lain sistem pengupahan yang ada dalam draft beleid tersebut.Sistem pengupahan nantinya akan diubah menjadi perhitungan jam. Jika pekerja bekerja kurang dari 40 jam seminggu berpotensi mendapatkan gaji di bawah upah minimum.

Berdasarkan bahan penjelasan Kemenko Perekonomian, Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan mengatur skema upah per jam. Namun upah minimum yang biasanya juga tidak dihapuskan. Kemudian,  kemungkinan hilangnya pesangon bagi pekerja yang terkena PHK. Pesangon itu ubah menjadi tunjangan PHK.

Namun berdasarkan draft RUU tentang Cika masih mengatur pembayaran pesangon. Besaran perhitungan uang pesangonnya pun sama dengan yang diatur dalam UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kalangan buruh menilai poin-poin tersebut merugikan kalangan buruh.

Aspirasi yang disampaikan kalangan buruh tentu beralasan. Mengingat persoalan kesejahteraan buruh hingga saat ini masih belum banyak berpihak kepada buruh, Disisi lain, pemerintah berupaya menjembatani kepentingan pengusaha dengan buruh agar tetap harmonis dan iklim industri tetap kondusif.

 

Oleh karena itu, perlunya pemerintah dan DPR untuk mengkaji secara matang beberapa poin yang meresahkan kalangan buruh tersebut. Dengan demikian, akan ada solusi atau jalan tengah tarik kepentingan antara buruh dan pengusaha..***

(Maksuni, praktisi pers)


Share this Post