Fatwa MUI Mengenai Pinjaman Online dan Upaya Melepas Jerat Rentenir

Sumber Gambar :

Pemerintah sedang aktif melakukan penertiban terhadap pinjaman online (Pinjol) ilegal, termasuk pihak kepolisian yang melakukan penindakan hukum. Sejumlah pihak yang terlibat dalam pinjol saat ini sedang dilakukan proses hukum.

Selain pihak kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 3.631 pinjol ilegal berhasil ditindak sejak 2018 sampai dengan sekarang.

Fenomena pinjol ilegal di tengah berbagai capaian serta kontribusi industri financial technology (fintech) peer to peer (P2P) legal di Indonesia memang cukup meresahkan. Hal ini juga menunjukkan realitas di masyarakat kita, kepungan rentenir dalam wujud online mengepung dan menggoda keseharian masyarakat. Apalagi dalam kondisi masyarakat kesulitan ekonomi.

Berkenaan dengan maraknya Pinjol yang meresahkan, pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditutup pada Kamis 11 November 2021, menghasilkan beberapa keputusan. Salah satunya fatwa mengenai pinjaman.

Ijtima Ulama menetapkan aktivitas pinjaman online haram dikarenakan terdapat unsur riba, memberikan ancaman, dan membuka rahasia atau aib seseorang kepada rekan orang yang berutang.

MUI menegasakan layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba, hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.

MUI menyebutkan pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ atau kebajikan atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Namun, apabila dalam praktiknya penagihan piutang dilakukan dengan memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram.

Selain itu bagi orang yang meminjam apabila sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu, hukumnya adalah haram.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh dalam penutupan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI di Jakarta, Kamis (11/11/2021) menjelaskan  adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).

Terkait dengan maraknya aktivitas pinjaman online di masyarakat, MUI merekomendasikan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, Polri, dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (Fintech Lending) yang meresahkan masyarakat (Antara, 11 November 2021).

Di sisi pihak penyelenggara pinjaman online juga hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan. Sedangkan bagi umat Islam, kata Niam, hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah.

Fatwa MUI soal pinjol menjadi rujukan bagi umat Islam untuk tidak menggunakan pinjol. Oleh karena itu, lembaga keuangan syariah harus aktif menyosialisasikan ke umat Islam, sehingga umat Islam tidak terjerat pinjol.

Fatwa MUI menjadi kurang memberikan dampak kemaslahatan bagi umat Islam, jika kalangan yang paham akan lembaga keuangan syariah tidak aktif mengedukasi masyarakat akan layanan pinjol tersebut yang sudah dinyatakan haram.

Dalam realitasnya, maraknya bank keliling menunjukkan umat Islam masih belum bisa terlepas dari praktek pinjaman yang mencekik tersebut selama sistem ekonomi yang berbasis keuangan syraih belum bisa diterapkan secara luas kepada masyarakat. Perlunya edukasi dan sosialisasi ekonomi syariah bagi umat Islam menjadi hal yang harus digencarkan seiring dengan keluarnya fatwa haram soal pinjol ini.

Hal yang  menjadi tantangan lembaga keuangan syariah saat ini yakni bagaimana secara masf memberikan pemahaman akan bahaya pinjaman yang tidak bisa didasarkan pada prinsip syariah.

Keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dalam menyalurkan zakai infaq dan shodaqoh kepada kalangan yang sedang berhutang atau terjerat rentenir juga harus menjadi perhatian.

Nilai-nilai ekonomi Islam dengan tujuan kemaslahatan harus dibangun dari sistem ekonomi berkeadilan dan saling tolong menolong. Reliatas banyak umat Islam terjerat rentenir tak bisa dipandang sebelah mata, butuh langkah-langkah penanganan yang masif. Apalagi sekarang dengan maraknya pinjol.*** (Maksuni, Praktisi Persa)***

 

 


Share this Post