Tantangan Guru Era Milenial

Sumber Gambar :

Oleh Maksuni

 

Jagat dunia pendidikan terutama di dunia maya, heboh dengan viralnya salinan pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menjelang Hari Guru Nasional tanggal 25 November 2019.

Kalangan netizen dibuat terkesima dengan teks pidato yang singkat namun kaya akan makna perubahan. Dalam salinan pidato Hari Guru Nasional 2019 tersebut,  ada beberapa hal yang menjadi sorotan. Pertama, kondisi guru di Indonesia saat ini yang memiliki tugas termulia namun juga tersulit. Guru ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan. Guru juga ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu guru habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.

Itu lah potret guru di Indonesia yang dipahami Mendikbud sebagai tantangan dalam melakukan perubahan pendidikan ke depan. Artinya, Nadiem  melihat permasalahan guru yakni mulai dari target nilai siswa, kurikulum yang padat, hingga kondisi pembelajaran yang berbeda dengan kemampuan yang dibutuhkan. Permasalahan tersebut sekaligus menjadi tantangan.

Hal lain yang disorot Nadiem, menyangkut problem guru dalam menggali dan mengembangkan potensi anak didik.Ia menilai potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan.

Mendikbud mengatakan  guru ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan. Itu lah yang membuat para guru frustrasi karena guru tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghafal.

Oleh karena itu, Mendikbud Nadiem mengajak para guru, di Hari Guru Nasional, mulai melakukan perubahan. Perubahan yang dimulai tidak dari atas melainkan dari tugas mulia para guru di kelas.

Mendikbud berpesan lima hal yang dapat dilakukan para guru di ruang-ruang kelas. Pertama,  ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar. Kedua, berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas. Ketiga, cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Keempat, temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. Kelima,  tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.

Mendikbud meyakini apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.

Lima pesan untuk guru tersebut mengandung spirit bahwa kemajuan bangsa Indonesia ada di tangan kalangan guru. Oleh karena itu, guru harus melakukan perubahan dalam pola mengajar sesuai dengan konteks kekinian, yakni lebih banyak menggali dan mengembangkan potensi anak didik. Untuk itu diperlukan strategi dan teknik mengajar yang kreatif sehingga anak tumbuh menjadi anak yang memiliki karya dan kemampuan berkolaborasi. Selain itu, tak kalah penting yakni mengajak anak memiliki kepedulian sosial.

Pesan-pesan yang disampaikan Mendikbud Nadiem merupakan gaya baru berkomunikasi dalam bentuk tulisan dan lisan. Jika selama ini pidato cenderung dengan bahasa yang normatif, Nadiem ingin pesan dalam pidatonya langsung menohok pada persoalan yang harus mendapat perhatian. Perubahan pendidikan itu, harus dimulai dari guru.

Di era teknologi digital sekarang ini, semangat yang disampaikan Mendikbud merupakan gambaran tantangan guru ke depan dan harus dihadapi dengan kemampuan profesionalitas guru. Harus diakui, masih banyak guru yang belum terbiasa atau beradaptasi secara cepat dengan perkembangan teknologi informasi. Termasuk dengan perubahan anak didik yang dikenal sebagai kalangan milenial. Mau tidak mau guru harus dituntut profesionalismenya dengan konteks kekinian. Oleh karena itu, peningkatkan profesionalitas guru juga harus ditingkatkan.

Tentu saja, gebrakan Mendikbud Nadiem patut ditunggu dalam rangka mengubah pola pendidikan nasional yang sesuai dengan tuntutan zaman. Kuncinya jangan takut perubahan.***

 

Penulis, jurnalis

 


Share this Post