Ramadan Ujian Kesabaran Menghadapi Musibah

Sumber Gambar :

Puasa Ramadan tahun 2020 ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Karena saat ini dunia sedang dilanda wabah Coronavirus Diseases 2019 (Covid-19). Bagi umat Islam, Covid-19 merupakan bentuk ujian kesabaran terhadap cobaan yang diberikan Allah SWT.

 

Berbagai kegiatan keagamaan dibatasi dengan menerapkan psycal distancing (jaga jarak fisik). MUI maupun pemerintah menekankan berbagai kegiataan keagamaan yang menimbulkan kerumunan seperti salat berjamaah di masjid diganti dilaksanakan di rumah.

 

Puasa Ramadan sesungguhnya lebih dari sekadar melaksanakan kewajiban rukun Islam yang keempat. Karena di dalamnya terkandung hikmah penempaan diri dalam menguasai hawa nafsu. Puasa atau shiyâm secara bahasa bermakna imsâk yang berarti ‘menahan’. Melalui persiapan ruhani yang matang, kita diharapkan bisa menahan gejolak nafsu yang mungkin menyenangkan tapi sebetulnya menjerumuskan.

 

Ramadan adalah momentum utama untuk kita menata diri, baik secara mental, ruhani dan jasmani. Puasa Ramadan, merupakan amalan yang jasmaniah membuat tubuh menjadi sehat dan jiwa kita juga demikian. Menjaga kestabilan ruhani dan jasmani ini dilatih selama Ramadan sehingga nanti umat Islam mampu menapaki kehidupan lebih baik lagi. Yang paling utama, yakni menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa.

 

Dalam situasi pandemi Covid-19 ini, makna puasa juga dimaknai sebagai ujian kesabaran dalam menghadapi musibah. Sikap sabar merupakan sifat luhur yang mengandung makna menerima dengan lapang dada apa yang diberikan oleh Allah dengan tetap melakukan ikhtiar.

Bagi kalangan orang yang beriman, musibah memiliki banyak faedah, manfaat, maupun hikmah yang terkandung di dalamnya.

 

Sejumlah ulama shalafusholih banyak yang menuliskan karyanya mengenai hikmah di balik musibah dalam bentuk kitab. Salah satunya Syekh Izzudin Abdissalam As-Syafii.

Syekh Izzuddin yang bergelar Sulthan al-Ulama menuliskan kitab khusus mengenai faedah musibah dan ujian, yakni dengan judul “Al-Fitan wal Balaya wal Mihan Warrajaya au Fawaidul Balwa wal Mihan”.

 

Dalam kitab Fawaidul Balwa wal Mihan, Syekh Izzuddin menuliskan faedah-faedah tersebut. “Ketahuilah dalam setiap berbagai musibah, cobaan, ujian, dan bencana yang menimpa manusia terdapat beragam faedah, manfaat atau hikmah yang disesuaikan dengan kedudukan dan derajat manusia di hadapan Allah SWT,” tulis Syekh Izzuddin dalam prolog kitab tersebut.

Beberapa mutiara hikmah dibalik musibah itu yakni  mendorong manusia mengetahui akan kekuasaan dan kehendak Allah SWT. Kedua, mengetahui rendah dan hinanya kedudukan seorang hamba. Sebagaimana firman Allah SWT. “(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali,” (QS Al Baqarah: 156).

 

Kemudian hikmah selanjutnya yakni ikhlas karena Allah SWT, karena tidak ada ruang untuk menolak segala kesusahan kecuali dipasrahkan kepada Allah SWT. “Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia,” (Al An’am:17). “Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah SWT dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya,” (Al Ankabut:65).

 

Hikmah selanjutnya  yakni bersikap  lapang dada kepada orang yang menjadi sumber musibah. “Sungguh Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun,” (At Taubah:114). “Maka kami beri kabar gembira kepadanya deangan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail),” ( As Shafat:101).

 

Syekh Izzuddin menjelasakan dalam diri manusia itu ada dua sifat yang Allah cintai, yakni sabar dan tidak tergesa-gesa. Perbedaan derajat kesabaran karena perbedaan musibah-musibah yang dialami baik musibah kecil maupun besar.

 

Semoga saja puasa Ramadan tahun ini, di tengah pandemi Covid-19, kita semua bisa meningkat derajat ketakwaan dan juga tingkat kesabarannya sehingga Allah akan mengangkat derajat manusia yang lulus ujian Allah SWT. (Maksuni, jurnalis tinggal di Banten)***


Share this Post