Perubahan Pola Belajar Era Pandemi Corona
Sumber Gambar :Wabah virus corona menyebabkan
pemerintah menerapkan social distancing, antara lain berupa pengalihan proses
belajar mengajar di sekolah menjadi di rumah. Di Banten, setelah 14 hari
dilaksanakan, berdasarkan kondisi yang belum membaik, kebijakan tersebut
diperpanjang selama dua bulan atau hingga 20 Mei 2020.
Kebijakan perpanjangan siswa belajar di
rumah ini berdasarkan surat edaran Kemendikbud nomor 4 tahun 2020 bahwa ujian
nasional tahun pelajaran 2019/2020 bagi SMP ditiadakan. Sementara itu,
penilaian kelulusan bagi SD dan SMP berdasarkan hasil rapot.
Kebijakan siswa belajar di rumah, butuh
komitmen orangtua siswa tetap membimbing dan memberikan hak anak dalam belajar.
Perpanjangan belajar dari rumah jangan dimaknai sebagai libur. Namun, proses
pembelajaran yang dilakukan tidak membebani siswa.
Sejauh ini, sebagian besar sekolah
melakukan proses belajar mengajar secara dalam jaringan, baik melalui aplikasi
maupun lewat tugas-tugas sekolah yang disampaikan guru melalui layanan
whatsApp, google, classroom, e-learning, maupun ruang guru.
Dalam konteks pembelajaran daring ini,
sistem ini hanya bisa efektif di kalangan siswa perkotaan. Namun demikian,
untuk daerah perdesaan tidak bisa efektif, mengingat berbagai kendala seperti
jaringan internet dan juga tidak siswa memiliki handphone android.
Dalam hal ini, pemerintah harus mencari
solusi bagi siswa yang di perdesaan. Apakah misalkan, mengharuskan guru
melakukan bimbingan ke siswa dengan mengunjungi rumah atau melalui penugasan.
Pola pembelajaran dari rumah dapat
difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup, antara lain mengenai pandemi
Covid-19. Kemudian, aktivitas dan tugas pembelajaran pada saat belajar dari
rumah dapat bervariasi sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk
mempertimbangkan fasilitas belajar di rumah.
Kemudian, bukti atau produktivitas
belajar dari rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari
guru tanpa diharuskan memberi skor nilai kuantitatif. Intinya, banyak
aspek yang bisa ditekankan, bukan hanya aspek kognitif semata. Penerapan 14
hari belajar di rumah harus dilakukan dievaluasi, untuk kemudian dicarikan
solusi perbaikan pada masa perpanjangan kedua ini.
Penulis berharap sekolah bisa lebih
kreatif dalam penerapan pola belajar siswa di rumah sehingga pada akhirnya
kualitas pendidikan tetap terjaga. Untuk mewujudkan hal tersebut memang tak
mudah. Namun berbagai kendala merupakan tantangan. Dalam konteks pembelajaran
di rumah guru harus makin kreatif memberikan materi pelajaran sehingga output
yang diharapkan tetap sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu
sekolah harus melakukan pola kebijakan terhadap guru untuk melakukan inovasi.
Selain juga butuh dukungan dari pihak orang tua dalam membimbing anaknya dalam
mengerjaan bahan pembelajaran sekolah.
Dibalik pandemi virus Corona, ada hal
baik yang bisa diambil pelajaran yakni penekanan bahwa pola pembelajaran sudah
harus dibiasakan secara daring dan juga pola hubungan antara sekolah dan orang
tua siswa. Banyak yang masih parsial dalam memahami tugas mendidik dan
mengajar. Yakni selalu dibebankan ke sekolah. Dalam konteks belajar di rumah
sekarang pemahaman parsial tersebut semestinya sudah mengingat, sekolah hanya
pada tugas mengajar, tentu saja dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Sedangkan keluarga atau orang tua pada aspek mendidik, yakni menyangkut akhlak
dan adab. ***
(Maksuni, Praktisi Pers)