Perlunya Regulasi sebagai Perlindungan Pengemudi dan Ojek Online

Sumber Gambar :

Dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi berdampak luas terhaap berbagai sektor usaha. Salah satunya jasa transportasi berbasis online yakni pengemudi dan ojek online (Ojol).

 Baru dua pekan pemberlakuan kenaikan harga BBM bersubsidi, pengemudi dan Ojol dikagetkan dengan adanya kebijakan dari aplikator yang melakukan otongan tarif 20 persen. Kebijakan tersebut dinilai tidak tepat di saat kenaikan harga BBM bersubsidi.

Dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Banten, Semin (12/9/2022), pengemudi dan ojek online menilai potongan tarif 20 persen oleh aplikasi dirasa terlalu besar. Sehingga, memberatkan ojek dan driver online lantaran berdampak pada nilai pendapatan.

Menurut pengemudi dan Ojol, kenaikan potongan tarif sebesar 20 persen hanya menguntungkan pihak aplikator. Menurut Ojol, aplikator kini tidak hanya mendapat keuntungan dari potongan tarif tetapi juga potongan biaya jasa yang dibebankan kepada penumpang.

Maka dari itu, pengemudi dan Ojol meminta Pemprov Banten untuk membuat aturan khusus yang mengatur tarif ojek dan driver online. Baik dalam bentuk peraturan daerah maupun juga dalam bentuk peraturan gubernur.

Menanggapi keluhan para driver dan ojek online, Kepala Dishub Provinsi Banten Tri Nurtopo mengatakan bakal memanggil perusahaan ojek dan driver online dalam hal ini Gojek, Grab, Maxim yang ada di Banten untuk kemudian dipertemuan dengan perwakilan ojek dan driver online.

Hanya saja kata Tri, Pemprov Banten sifatnya hanya melakukan pengawasan. Tetapi jika ada regulasi di daerah lain bisa dijadikan contoh untuk diterapkan di Banten.

 Wakil Ketua DPRD Banten Budi Prajogo berjanji mengawal aspirasi ojek dan driver online, termasuk memastikan janji Pemprov Banten mengatasi persoalan tersebut. Bahkan, Budi sendiri mendukung jika lahir Peraturan Gubernur Banten yang mengatur ojek dan driver online di Banten (Kabar Banten, 13 September 2022).

Hanya saja, kata Budi, saat ini belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus ojek dan driver online. Sehingga daerah tidak mempunyai cantolan untuk membuat regulasi.

Berkaca pada pemotongan tarif oleh aplikator dan belum adanya regulasi, maka menjadi kewajiban pemerintah dalam hal ini Pemprov Banten sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Regulasi seperti UU atau turunanya hingga Perda diharapkan menjadi batas-batas yang jelas serta memberikan perlindungan kepada pengemudi dan Ojol dalam menjalankan usahanya di jasa transportasi. Hal ini juga untuk mencegah kebiajkan aplikator yang menetapkan kebijakan dalam hal jasa transportasi.

Semoga saja, aspirasi para pengemudi dan Ojol segera diperhatikan dan ditindaklanjuti serta perlindungan iklim usaha jasa transportasi Ojol bisa lebih baik lagi.

Regulasi Ojol juga sangat penting dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif. Mengingat dengan banyaknya potongan maka akan berpengaruh peningkatan jumlah pelanggan sehingga Ojol terkena imbasnya yakni menurunnya pendapatan.

Dalam hal perlindungan Ojol, maka setidaknya akan berdampak positif, karena ada batasan-batasan yang jelas dalam kebijakan aplikator dalam penetapan tarif. Pemerintah diharapkan juga mampu memerankan dalam hal pengawasan sehingga hubungan antara pengemudi, Ojol dan pengelola aplikator harmonis dan menciptakan iklim usaha transportasi yang berkembang dan peningkatan kesejahteraan bagi kedua belah pihak.

Regulasi mengenai pengemudi dan Ojol sudah sangat mendesak untuk dirumuskan karena tren layanan transportasi online akan terus berkembang di era teknologi digital sekarang. DPRD, Pemprov Banten harus pro aktif dalam mencarikan solusi terhadap permasalahan pengemudi dan Ojol ini.*** (Maksuni, Praktisi Pers)


Share this Post