Pemprov Banten Berlakukan PPKM Berbasis Mikro
Sumber Gambar :Pemerintah Provinsi Banten menerapkan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berbasis Mikro mulai dari 9 s/d 22 Februari 2021. Hal tersebut tertuang dalam Instruksi Gubernur Banten Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Tingkat Desa dan Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
Pemberlakukan status baru
untuk pencegahan Covid-19 ini merupakan kepanjangan dari instruksi Pemerintah Pusat yang memutuskan menaikan
status PPKM menjadi PPKM berbasis mikrozonasi. Berbeda dari sebelumnya, PPKM
berbasis mikro kali ini akan diberlakukan pada level lebih rendah, yakni Desa/
Kelurahan hingga tingkat RT/RW.
"PPKM Mikro, secara
teknis kita dorong. Membentuk posko-posko di Desa/Kelurahan yang digerakkan
oleh Kepala Desa dan Lurah pada daerah zona merah," ungkap Gubernur Banten
Wahidin Halim (WH) kepada wartawan usai Penyerahan LKPD Provinsi Banten Tahun
2020 di di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten Jl.
Palka No. 1 Palima, Pabuaran, Kabupaten Serang (Senin, 8/2/2021).
"Di Provinsi Banten,
wilayah Zona Merah di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan,"
tambahnya.
Gubernur optimistis, penerapan
PPKM Mikro efektif untuk menekan penyebaran Covid-19 karena saat ini telah
terjadi pergeseran klaster dari perkantoran ke keluarga.
Sebagai informasi, dalam
instruksi Gubernur Banten terkait PPKM berbasis mikro ini tercatat bahwa
Gubernur Wahidin Halim mengintruksikan dengan khusus kepada Bupati Tangerang,
Walikota Tangerang, dan Walikota Tangerang Selatan, untuk mengatur PPKM yang
berbasis mikro yang selanjutnya disebut PPKM Mikro sampai dengan tingkat Rukun
Tetangga (RT)/ Rukun Warga (RW) yang berpotensi menimbulkan penularan COVID-19.
Pemberlakuan PPKM Mikro
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria zonasi pengendalian wilayah
hingga tingkat RT/RW. Adapun kriteria dan pengendalian yang perlu dilakukan
yakni bagi Zona Hijau dengan kriteria tidak ada kasus COVID-19 di satu RT, maka
skenario pengendalian dilakukan dengan surveilans aktif, seluruh suspek di tes
dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara rutin dan berkala.
Kemudian untuk Zona Kuning
yakni kriterianya jika terdapat 1 sampai
dengan 5 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 hari
terakhir, maka skenario pengendalian adalah menemukan kasus suspek dan
pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan
kontak erat dengan pengawasan ketat.
Selanjutnya, untuk Zona Oranye yakni dengan kriteria jika
terdapat 6 sampai dengan 10 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT
selama 7 hari terakhir, maka skenario pengendalian adalah menemukan kasus suspek
dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif
dan kontak erat dengan pengawasan ketat, serta menutup rumah ibadah, tempat
bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.
Sementara untuk Zona Merah
dengan kriteria jika terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus konfirmasi
positif dalam satu RT selama 7 hari terakhir, maka skenario pengendalian adalah
pemberlakuan PPKM tingkat RT untuk menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak
erat, melakukan isolasi mandiri/terpusat dengan pengawasan ketat, menutup rumah
ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial,
melarang kerumuman lebih dari 3 orang, membatasi keluar masuk wilayah RT
maksimal hingga Pukul 20.00 WIB dan meniadakan kegiatan sosial masyarakat di
lingkungan RT yang menimbulkan kerumuman dan berpotensi menimbulkan penularan.
Dalam Instruksi Gubernur, juga
disebutkan bahwa mekanisme koordinasi, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan PPKM
Mikro dilakukan dengan membentuk Pos Komando (Posko) tingkat Desa dan
Kelurahan. Sementara untuk supervisi dan pelaporan Posko tingkat Desa dan
Kelurahan dibentuk Posko Kecamatan.
Status baru PPKM berbasis
mikro seperti tertuang dalam Instruksi Gubernur juga mengatur tentang
pembatasan tempat kerja/perkantoran dengan menerapkan Work From Home (WFH)
sebesar 50% dan Work From Office (WFO) sebesar 50% dengan memberlakukan
protokol kesehatan secara lebih ketat, melaksanakan kegiatan belajar mengajar
secara daring/online. Kemudian, untuk sektor esensial seperti, kesehatan, bahan
pangan, makanan, minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan,
perbankan, sistem pembayaran, pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi,
industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang
ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, kebutuhan
sehari-hari yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat
beroperasi 100% dengan pengaturan jam
operasional, kapasitas, dan tentunya dengan penerapan protokol kesehatan secara
lebih ketat.
Selanjutnya, melakukan
pengaturan pemberlakuan pembatasan kegiatan restoran dimana makan atau minum di
tempat sebesar 50% dan untuk layanan
makanan melalui pesan-antar/dibawa pulang tetap diizinkan sesuai dengan jam
operasional restoran, pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mall
sampai dengan pukul 21.00 WIB, mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100%
dengan tetatp memperhatikan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat,
mengizinkan tempat ibadah untuk dilaksanakan dengan pembatasan kapasitas sebesar
50%, kegiatan fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya yang dapat menimbulkan
kerumunan dihentikan sementara, dan pengaturan kapasitas dan jam
operasional transportasi umum.
Selain pengaturan PPKM Mikro,
Pemerintah Kabupaten/Kota sampai dengan
Pemerintah Desa maupun Kelurahan diintruksikan untuk lebih mengintensifkan
disiplin protokol kesehatan dan upaya penanganan Covid-19 dengan membagikan
masker dan menggunakan masker yang baik dan benar, mencuci tangan menggunakan
sabun atau hand sanitizer, menjaga jarak dan menghindari kerumunan yang
berpotensi menimbulkan penularan. Di
samping itu, memperkuat kemampuan
tracking, sistem dan manajemen tracing, perbaikan treatment termasuk
meningkatkan fasilitas kesehatan, koordinasi antar daerah yang berdekatan melalui
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) untuk redistribusi pasien
dan tenaga kesehatan sesuai dengan kewenangan masing-masing.