Mewaspadai Ledakan Pengangguran di Banten
Sumber Gambar :Dampak sosial ekonomi akibat pandemi coronavirus diseases 2019 (Covid-19) terus meluas seiring dengan belum menurunnya penyebaran wabah Covid-19. Salah satunya yang terkena imbas Covid-19 yakni sektor ketenagakerjaan yakni menyangkut persoalan pengangguran.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Disnakertrans) Provinsi Banten mencatat sudah ada sekitar 6.000 orang buruh di
Banten yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) serta 23 ribu orang buruh
sudah dirumahkan karena dampak ekonomi dari pandemi Covid-19.
Kepala Disnakertrans Provinsi Banten Al Hamidi seperti dikutip Antara Rabu
(6/5/2020) buruh korban PHK tersebut karena perusahaan tempatnya bekerja
sudah tutup atau tidak beroperasi akibat dampak Covid-19. Begitu juga
perusahaan yang merumahkan karyawannya karena adanya penurunan produksi di
perusahaan tersebut dampak dari Covid-19.
Alhamidi mengungkap, perusahaan yang merumahkan karyawanya karena penurunan
produksinya rata-rata 25 persen serta tidak ada bahan baku. Ini juga sama
akibat dampak Covid-19.Menurut dia, potensi perusahaan yang akan mem-PHK
karyawannya di Banten kemungkinan masih akan terus bertambah, mengingat ada dua
perusahaan yang sudah melaporkan akan melakukan PHK secara besar-besaran pada
13 dan 20 April 2020.
Perusahaan tersebut bergerak dalam produksi alas kaki yang rencananya akan
mem-PHK sekitar 7.000 karyawannya dan satu lagi sekitar 1.800 karyawan. PHK
terhadap buruh maupun buruh yang dirumahkan merupakan potensi penambahan jumlah
pengangguan baru di Banten. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten
membuat Pemprov Banten harus ekstra waspada terhadap ledakan pengangguran ini.
Menurut data BPS. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Banten pada Februari 2020
sebesar 8,01 persen atau sebanyak 489.216 penduduk. Dengan jumlah penduduk yang
menganggur tersebut, Banten kembali menjadi daerah pengangguran tertinggi
se-Indonesia dan menempati presentase di atas rata-rata nasional 4.99 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) Banten
mencatat TPT tertinggi kedua ditempati Jawa Barat sebesar 7.69 persen, di
bawahnya terdapat Maluku 7.02 persen, Kalimantan Timur sebesar 6.88 persen,
Papua Barat 6.20 persen, Sulawesi Selatan 6.07 persen, Kalimantan Utara 5.65
persen, Kepulauan Riau 5.57 persen, Sulawesi Utara 5.57 persen, Aceh 5.42
persen, Sumatera Barat 5.22 persen, dan Riau 5.07 persen. Selain provinsi
tersebut, TPT provinsi lain tercatat di bawah rata-rata nasional.
Angka pengangguran tertinggi
se-Indonesia ini merupakan kali kedua ditempati Banten secara berturut-turut.
Pada periode Agustus 2019 TPT Banten juga menjadi yang tertinggi dengan angka
8.11 persen. Data BPS Banten ini merupakan data saat Covid-19 belum menyebar
seperti sekarang ini. Oleh karena itu, angka pengangguran jelas akan bertambah
seiring dengan dampak Covid-19 yang didata Disnakertrans Banten.
Kondisi ledakan jumlah pengangguran
harus menjadi perhatian serius Pemprov Banten maupun kabupaten/kota. Berbagai
program seperti kartu pra kerja, pelatihan kerja dan lainnya masih belum bisa
menekan laju pengangguran di Banten.
Program jamin pengaman sosial (JPS) yang
diberikan pemerintah hanya bersifat sementara. Lebih dari itu, perlu terobosan
program di kala pandemi ini dengan menghidupkan sektor usaha yang menyasar
produk digital. Artinya sektor kewirusahaan berbasis pemasaran digital menjadi
fokus pemerintah daerah. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terkait seperti
Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan,
serta Dinas Koperasi dan UKM serta Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan
harus bersinergis merancang program dalam rangka penanganan pengangguran dampak
dari Covid-19 tersebut.(Maksuni, praktisi pers)***