Menjaga Integritas Penyelenggara Pemilu
Sumber Gambar :Oleh Maksuni
Kasus yang menjerat anggota KPU RI Wahyu Setiawan dalam kasus dugaan suap
pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR menyita perhatian publik. Hal itu
dikarenakan melibatkan komisioner KPU sebagai penyelenggara pilkada. Apalagi
pada 2020 akan menghadapi pilkada serentak.
Dampak dari kasus yang menjerat Wahyu
Setiawan dikhawatirkan berdampak luas pada melemahkan kepercayaan masyarakat
kepada penyelenggara pemilu. Oleh karena langkah taktis harus dilakukan oleh
KPU RI, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota.
Diketahui, pada Rabu 8 Januari 2020, KPK
melakukan operasi tangkap tangan terhadap salah seorang komisioner Komisi
Pemilihan Umum RI yaitu WSE.
Wahyu diketahui meminta dana operasional
Rp 900 juta untuk membantu Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat pengganti
antarwaktu (PAW).
Langkah antisipasi tersebut telah
dilakukan KPU RI yang segera akan mengirimkan surat edaran ke KPU di daerah
agar benar-benar menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah serentak 2020 yang
berintegritas.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan semua
kebijakan dan proses pemilu harus dilaksanakan mengacu dan patuh kepada
perintah peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan karena hal atau
adanya kepentingan lain.
Seperti pada kasus pergantian antarwaktu
yang menjerat salah satu Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam pusaran korupsi
menurut dia, sebenarnya institusi sudah membuktikan bahwa tidak ada celah untuk
"bermain-main" dalam penentuan pengganti antarwaktu anggota
legislatif.
Secara kolektif kolegial, sebanyak dua
kali permohonan dari PDIP yang meminta PAW atas nama Harun Masiku tidak bisa
dikabulkan oleh KPU.
Seperti dilansir Antara, Arief Budiman
mengatakan pada pleno, tidak ada pandangan berbeda dari seluruh komisioner
begitu juga usulan untuk meloloskan kader PDIP Harun Masiku jadi pengganti
antarwaktu caleg terpilih.
Harun tidak bisa menjadi pengganti
antarwaktu karena tidak sesuai aturan perundang-undangan, pengganti seharusnya
yakni caleg dengan suara terbanyak berikutnya di bawah anggota legislator
terpilih.
Sedangkan, Harun hanya berada diposisi
kelima dari urutan jumlah suara caleg PDIP di daerah pemilihannya pada
Pemilihan Umum Legislatif 2019 lalu.
Meski tak ada celah, ternyata masih ada oknum yang mencoba "memainkan" proses pergantian antarwaktu tersebut untuk kepentingannya, oleh karena itu menurut dia akibat tindakan seperti bukan perkara mudah untuk memperbaiki institusi di mata masyarakat.
Kasus yang menjerat Wahyu Setiawan merupakan pelajaran penting bahwa penyelenggara pemilu tidak mudah mempertahankan integritas mengingat godaan yang akan mengimingi-imingi supaya komisioner, dengan kewenangan, bisa memainkan untuk kepentingan pribadi.
Surat edaran tentu sangat penting diberikan kepada KPU kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan pilkada. Termasuk di Provinsi Banten. Sebanyak empat daerah akan menyelenggarakan pilkada yakni Pilkada Kabupaten Serang, Pandeglang, Kota Cilegon dan Tangsel.
Berbagai tugas yang akan dijalankan KPU
kabupaten/kota seperti verifikasi berkas pencalonan, baik perorangan maupun
parpol, penetapan calon, dan sebagainya merupakan titik rawan. Jika komisoner
tergoda, maka integritas tersebut hanya isapan jempol belaka. Oleh karena itu,
kita mendorong pengawasan terhadap komisoner KPU dan juga meminta komisioner
untuk menghindari sikap, perilaku yang menjerumuskan untuk ikut bermain
politik, apalagi sampai mengabaikan sisi integritas sebagai modal utama sebagai
komisioner.***
Penulis, Praktisi Pers