Mengintegrasikan Penanganan Kemiskinan di Banten

Sumber Gambar :

                   Permasalahan kemiskinan merupakan isu strategis yang menjadi perhatian pemerintah maupun masyarakat. Selain juga permasalahan pengangguran. Permasalahan kemiskinan punya korelasi dengan permasalahan pengangguran.

            Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten merilis jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten periode September sebanyak 641,42 ribu jiwa atau setara dengan 4,94 persen dari total penduduk. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding periode Maret 2019 sebanyak 654,46 ribu jiwa atau setara dengan 5,09 persen.

            Pada periode Maret-September 2019 persentase penduduk miskin di Banten mengalami penurunan 0.15 poin, atau berkurang 13,04 ribu orang. Persentase penduduk miskin di Banten pada bulan September mencapai 4,94 persen. Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2019, maka selama enam bulan terjadi penurunan sebesar 0.15 poin, dari posisi 5.09 persen.

            Pada periode Maret-September 2019, penurunan jumlah penduduk miskin juga terjadi di wilayah perkotaan dan perdesaan. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 7,5 ribu orang dari 378,28 ribu orang menjadi 371,28 ribu orang. Demikian pula di daerah perdesaan turun sebanyak 5,6 ribu orang dari 275,73 ribu orang menjadi 270,13 ribu orang.

            Berdasarkan analisa BPS kemiskinan itu lebih besar di perdesaan dan relatif merata. Gini ratio, ketimpangannya juga rendah dan itu juga harus  diwaspadai. Walaupun gini rationya rendah pendapatan mereka umumnya rendah. Sementara di kota, memang gini rationya lebih tinggi dari perdesaan. Tapi di sana kemiskinannya lebih kecil di daerah perkotaan.

            Tingginya angka kemiskinan di perdesaan karena sumber pendapatan mereka rata-rata dari pertanian dengan produktivitas rendah. Tak hanya itu, di perdesaan juga banyak warga yang hanya lulusan Sekolah Dasar (SD).

            Bila melihat berdasarkan wilayah, BPS memotret persentase penduduk miskin kabupaten/kota tertinggi yaitu di Kabupaten Lebak dan terendah di Kota Tangerang Selatan.  Kemudian dari empat kota yang ada di Banten, yaitu Cilegon, Kota Serang, Kota Tangsel dan Kota Tangerang yang paling tinggi tingkat kemiskinannya memang di Kota Serang 5,40 persen, yang masih terendah tetap di Tangsel.

            Angka kemiskinan yang dirilis BPS Banten merupakan gambaran dan rujukan bagi pemda dalam membuat program penangangan kemiskinan. Data-data tersebut sangat penting sebagai titik pijak dalam merumuskan program yang tepat sasaran.

            Sudah seharusnya Pemprov Banten, pemkab dan pemkot melalui Bappeda menjadikan data-data statistik menjadi sumber penting dalam setiap perencanaan program sehingga diharapkan penanganan kemiskinan bisa terintegrasi secara baik. Jangan sampai ada tumpang tindih kegiatan yang tidak efektif dalam upaya menurunkan angka kemiskinan.

            Kepada pemkab/pemkot yang memiliki jumlah angka kemiskinan yang tinggi agar meningkatkan koordinasi dengan instansi lain baik pusat, provinsi maupun pemangku kepentingan lain. Penanganan kemiskinan tidak bisa ditangani sendiri, tetapi harus terintegrasi dengan semua pemangku kepentingan. Dengan demikian, angka kemiskinan setiap tahun bisa terus ditekan. Selain itu penanganan kemiskinan juga harus berkorelasi dengan penanganan pengangguran. Semakin banyak masyarakat yang nganggur potensi kemiskinan akan meningkat. Oleh karena itu, penanganan kemiskinan dari hulu yakni mengurangi angka pengangguran dengan penciptaan lapangan kerja akan menekan angka kemiskinan. Penanganan kemiskinan juga harus mempertimbangkan aspek lain yakni bukan hanya yang bersifat konsumtif, dalam bentuk bantuan sosial, tetapi juga bantuan dalam bentuk program pemberdayaan. Dengan kata lain, penanganan kemiskinan di Banten masih membutuhkan upaya ekstra keras dari pemerintah semua elemen masyarakat.

(Maksuni, praktisi pers)***

Share this Post