Membentengi Moral Remaja di Era Teknologi Digital

Sumber Gambar :

Kalangan dunia pendidikan dihebohkan dengan viralnya video video asusila berdurasi 2 menit 41 detik beredar di jagad media sosial pada Sabtu 13 Maret 2021.

Diduga video yang melibatkan anak-anak dibawah umur atau usia sekolah tersebut terjadi di Kabupaten Serang.

Dalam video asusila tersebut, dua orang remaja beradegan tidak senonoh.

Dalam video asusila itu seorang lelaki menggunakan topi berwarna hitam, memakai jaket dan celana hitam, sepatu dan membawa tas selempang berwarna hitam.

Sedangkan lawan mainnya seorang perempuan belia berkerudung hitam, baju kuning dan celana putih.

Keduanya melakukan aksi tersebut di belakang sebuah gedung dengan latar belakang tembok bertuliskan coretan Parakan 01. Aksi tersebut terhenti setelah seorang pengendara melintas di depan keduanya.

Sementara perekam video asusila tampak berada di balik pagar tembok tepat di seberang lokasi kejadian.

Dalam era teknologi digital sekarang ini, dimana media sosial sudah menjadi keseharian yang diakses masyarakat, beredarnya video asusila sangat mudah tersebar luas.

Bahkan, dalam hitungan beberapa menit, sudah menjadi viral dan menjadi trending topik. Ironisnya, bukan hal positif namun yang negatif.

 

Kejadian tersebut jelas mengundang keprihatinan dari berbagai kalangan termasuk Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah yang menilai kejadian terjadi menjadi pekerjaan rumah (PR) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terhadap pendidikan untuk membentengi remaja di saat gempuran teknologi digital, penggunaan gawai telah dilakukan pelajar-pelajar sekarang.

Ada dua hal dalam memandang kejadian tersebut. Pertama, pihak yang merekam perilaku pelajar tersebut. Terlepas dari apapun, hal itu jelas bukan hal yang tepat malah banyak menimbulkan efek negatif.

Kedua perilaku asusila pelajar tersebut menunjukkan rapuhnya benteng moral di kalangan remaja sekarang. Banyak faktor yang menyebabkan hal demikian.

Misalnya, pola pendidikan agama yang kurang diterapkan sejak kecil baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.

Pendidikan agama dengan dasar-dasar aqidah yang kuat menjadi benteng saat seseorang memasuki masa remaja. Namun demikian, hal ini juga harus diimbangi dengan pengawasan orang tua terhadap pergaulan anak dan juga penggunaan gawai.

Tak bisa dipungkiri, akses pornografi pada gawai sangat rentang mencekoki kalangan remaja untuk melakukan tindakan yang amoral.

Inilah problematika pendidikan di kalangan anak-anak sekolah sekarang. Tantangannya makin berat, sehingga membutuhhkan pendidikan dan pengawasan yang ekstra, tepat sehingga remaja tumbuh dengan pribadi moral yang tangguh.

Tiga pilar utama pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat harus menjadi satu kesatuan yang menguatkan dalam membentengi moral dan akhlak pelajar.

Pembagian peran yang  melengkapi, yakni keluarga pada aspek mendidikan, sekolah pada aspek pengajaran dan lingkungan masyarakat pada aspek menciptakan tata kehidupan yang menjunjung tinggi moral, tidak apatis dan peduli akan pertumbuhan generasi mudah yang kuat dan tangguh.

Inilah yang harus dibangun secara bersama-sama antar tiga pilar pranata sosial tersebut, sehingga kejadian muda-mudi atau remaja dan asusila tidak banyak terjadi. Jika ada komitmen bersama, maka benteng-benteng moral remaja bisa menjadi kuat dan pada gilirannya mereka menjadi pribadi yang mampu mengendalikan dirinya tidak terjerumus pada perilaku asusila.*** (Maksuni, Praktisi Pers)

 


Share this Post