Memaknai Pesan Simbolik Ibadah Kurban di Tengah Wabah PMK
Sumber Gambar :Hari Raya Idul Adha 1443 H sesuai ketetapan pemerintah jatuh pada Ahad 10 Juli 2022 atau 10 Dzulhijjah 1443 H. Meski di tengah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak namun antusiasme umat Islam berkurban tetap tinggi.
Hal ini menunjukkan umat Islam memiliki keyakinan
terhadap ajaran agamanya. Idul Adha merupakan hari yang menggambarkan
keikhlasan Nabi Ibrahim AS untuk mengorbankan putranya Nabi Ismail AS demi
ketakwaan kepada Allah SWT.
Di Banten, tahun ini, pendistribusian daging kurban
diarahkan untuk penanganan stunting dan gizi buruk. Penjabat Gubernur Banten Al
Muktabar mengatakan hal itu dilakukan dalam rangka upaya Pemerintah menurunkan
angka stunting dan gizi buruk.
Al Muktabar mengatakan, khusus pemotongan hewan kurban
yang akan disalurkan dalam rangka penanganan stunting dan gizi buruk akan
dilakukan di Kawasan Sistem Pertanian Terpadu (Sitandu) Dinas Pertanian
(Distan) Provinsi Banten pada malam hari (kabar-banten.pikiran-rakyat.com, 10
Juli 2022).
Pendistribusian daging kurban untuk penanganan
stunting dan gizi buruk merupakan implementasi dari nilai-nilai berkurban.
Salah satunya untuk memupuk rasa empati dan rasa kepedulian sosial.
Hal ini sejalan dengan istilah kurban yang bermakna
penyembelihan hewan ternak dalam rangka pendekatan diri kepada Allah.
Berkurban juga mengandung makna nilai berbagi kepada
sesama. Misalnya membagikan daging hasil kurban kepada orang-orang sekitar,
terlebih bagi mereka yang tidak mampu. Ini juga mengandung nilai menghapus
sekat antara si miskin dan kaya pada Hari Raya Idul Adha.
Tujuannya, agar setiap individu bisa merasakan
kebahagiaan yang sama, karena saling berbagi. Harapannya, hal ini bisa
dilakukan setiap saat, tanpa harus menunggu peristiwa Hari Raya Idul Adha.
Nilai atau makna yang terkandung dalam Hari Raya Idul
Adha yakni sebagai momen untuk menjalin silaturahmi dengan orang sekitar. Baik
berkumpul dengan keluarga maupun orang-orang yang ada di lingkungan sekitar.
Setiap komplek perumahan atau kampung antusias
membentuk kepanitian kurban yang kemudian secara bergotong royong melakukan
pemotongan hingga pendistribusian hewan kurban. Kebersamaan itu juga bagian
dari memupuk tali silaturahim.
Sedangkan nilai tertinggi dalam ibadah kurban yakni
meningkatkan takwa. Makna takwa berhubungan dengan ketaatan manusia dengan sang
pencipta-Nya dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Tingkat
ketakwaan seseorang bisa dilihat melalui kepeduliannya terhadap sesama.
Ibadah kurban salah satunya menguci ketakwaan
seseorang yakni mau tidak mengorbankan apa yang sangat disayanginya untuk
ketakwaan kepada Allah SWT, sebagaimana Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan
anaknya Nabi Ismail AS.
Keteladanan yang dilakukan Nbai Ibrahim AS merupakan
contoh agung yang harus diikuti umat Islam untuk meraih ketakwaan. Mengorbankan
milik yang kita sayangi mengandung penghmbaan kepada Allah SWT, karena pada
dasarnya apa yang ada di dunia ini merupakan milik Allah SWT, Sang Pencipta
Alam Semesta. Selain itu, agar umat Islam tidak terbuai oleh kesenangan duniawi
yang pada akhirnya melupakan Sang Penciptanya.
Jika kita sudah rela memberikan apa yang paling kita
cintai untuk ketakwaan kepada Allah SWT, maka itulah tujuan sesungguhnya yang
paling mulia. Memang sikap ini sesuai yang berat dilakukan, namun paling tidak
secara bertahap umat Islam harus menjadikan Hari Raya Idul Adha setiap tahun
untuk meningkatkan derajat ketakwaan kepada Allah SWT, dengan rela berkurban
meskipun harus dengan apa yang paling disayangi atau dicintai.*** (Maksuni,
Praktisi Pers)