Ibadah Kurban di Tengah Penyebaran PMK
Sumber Gambar :Penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang bisa menyerang hewan ternak berkuku genap, saat ini sedang menjadi perhatian serius pemerintah pusat hingga ke daerah. Apalagi menjelang Hari Raya Kurban atau Iduladha 1443 H.
Sebagaimana diketahui, PMK
saat ini telah menyerang hewan ternak di sejumlah wilayah Indonesia. Diketahui,
PMK adalah penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular pada
hewan berkuku genap atau belah, seperti sapi, kerbau, kambing dan domba.
Penyebaran PMK semakin
mengkhawatirkan menjelang Hari Raya Idul Adha sebab lalu lintas kurban sangat
masif.
Diketahui, berdasarkan data
Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Provinsi Banten, kebutuhan hewan
ternak untuk kurban di Provinsi Banten sebanyak 48.236 ekor terdiri dari 10.386
ekor kambing, 24.208 ekor domba, 12.694 ekor sapi dan 948 ekor kerbau.
Kepala Dispertan Banten Agus
M Tauchid mengatakan, saat ini sudah
ditemukan 42 kasus PMK di Banten dan tidak menular ke manusia atau bukan
penyakit zoonosis (Kabar Banten 2 Juni 2022).
Menurut dia, PMK tidak
zoonosis pada manusia, dan daging yang terkena PMK masih bisa dimakan oleh
manusia, aman. Tentunya melalui pemasakan yang benar.
Untuk itu, Agus meminta
masyarakat tidak perlu panik, tidak perlu gaduh dengan wabah PMK. Sebab,
Pemprov Banten telah melakukan penanganannya.
Selain tidak perlu panik,
masyarakat sudah memiliki panduan setelah keluarnya Fatwa MUI Nomor 32/2022.
Dalam surat tersebut juga mengatur ketentuan hewan kurban terkena PMK yang
dirinci sesuai dengan kondisi faktual hewan tersebut.
Dalam fatwa tersebut
disebutkan hukum berkurban dengan hewan kurban yang terkena penyakit mulut dan
kuku (PMK) dengan kategori berat, tidak sah untuk disembelih.
Ketua Bidang Fatwa MUI Pusat
Asrorun Niam Sholeh mengatakan apabila hewan yang terkena PMK dengan gejala
klinis kategori berat dan sembuh dari PMK, dalam rentang waktu yang dibolehkan
kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijah), maka hewan ternak tersebut sah
dijadikan hewan kurban.
Sementara hewan yang terkena
PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku,
kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur lebih dari biasanya,
hukumnya sah dijadikan hewan kurban.
Salah satu hal yang bisa
menyebabkan ketidakabsahan hewan untuk dijadikan kurban adalah kecacatan,
seperti telinganya terpotong.
Untuk mencegah PMK perlu
vaksinasi dan tanda hewan sudah disuntik vaksin, biasanya dipasang eartag di
telinga dengan cara dilobangi. Kondisi tersebut tidak menghalangi keabsahan
hewan kurban (Antara, 31 Mei 2022).
Meskipun Iduladha 1443 H di
tengah penyebaran PMK, masyarakat tidak perlu ragu untuk berkurban. Fatwa MUI
sudah dengan jelas mengatur sah atau tidaknya hewan kurban. Sedangkan
pemerintah telah melakukan berbagai upaya penanganan dan pencegahan secara
intensif.
Dengan kebutuhan hewan
kurban di Banten yang lebih tinggi dari stok yang ada, Banten terpaksa memenuhi
hewan kurban dari luar daerah.
Meskipun Dispertan Banten
menjamin pasokan hewan kurban dari luar daerah bukan dari daerah yang rawan
PMK, namun kewaspadaan dengan pengetatan
pengawasan dan pemeriksaan tetap harus dilakukan.
Di samping itu peran ulama
penting untuk menyampaikan Fatwa MUI No 32/2022 tersebut. Karena fatwa MUI
menjadi panduan umat Islam agar menjalankan ibadah kurban secara sah sesuai
tuntunan ajaran Islam.
Selain itu, dampak lainnya,
masyarakat yang berkurban pada tahun 2022 tetap meningkat, meskipun kondisinya
dalam situasi penyebaran PMK. Mudah-mudahan berbagai upaya dalam pencegahan dan
penanganan PMK efektif sehingga penyebaran PMK saat ibadah kurban nanti semakin
terkendali.*** (Maksuni, Praktisi Pers Tinggal di Kota Serang)