Halal Bihalal, Merawat Tradisi Silaturahim Usai Lebaran

Sumber Gambar :

Momen Idul Fitri identik diikuti dengan acara halal bihalal. Halal bihalal adalah istilah yang muncul setelah pertemuan antara Presiden pertama RI Soekarno dan ulama pendiri Nahdlatul Ulama, KH Abdul Wahab Hasbullah.

Berdasarkan sejarahnya, istilah halal bihalal muncul didasari pada latar belakang peristiwa tahun 1948 atau atau tiga tahun pasca Kemerdekaan RI tahun 1945. Saat itu, masyarakat Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa.

Hal itu dirandai dengan maraknya para elite politik saling bertengkar. Mereka tidak mau duduk dalam satu forum. Di sisi lain, kondisi bangsa mengkhawatirkan karena pemberontakan terjadi di mana-mana.

Kondisi ini membuat Presiden Soekarno gelisah dan  berupaya untuk mencari solusinya. Di pertengahan bulan Ramadan tahun 1948, Bung Karno pun memanggil KH Wahab Hasbullah ke istana negara.

Bung Karno meminta pendapat KH Wahab dalam mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat tersebut. Kemudian KH Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan silaturahim, karena momentumnya tepat karena umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Terhadap saran KH Wahab, Bung Karno menyanggah dan menganggap silaturahim memang sudah biasa dilakukan umat Islam tiap Lebaran.

Karena Bung Karno belum menerima sarannya, KH Wahab pun akhirnya mengusulkan istilah halal bihalal. KH Wahab beralasan halal bihalal sangat tepat karena saat itu menganggap para elite politik tidak mau bersatu karena mereka saling menyalahkan.

Dari saran KH Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara. Acara silaturahim di Istana Negara itu kemudian diberi tajuk halal bihalal.

Sejak saat itulah kemudian instansi-instansi pemerintah yang merupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan halal bihalal, yang kemudian diikuti juga oleh masyarakat secara luas.

Istilah halal bihalal pun akhirnya masih terus dipakai sampai hari ini sebagai kegiatan rutin dan budaya Indonesia setiap perayaan Idul Fitri.

Tradisi halal bihalal juga tetap relevan dan ruhnya memperkuat jalinan silaturahim, nilai-nilai yang sangat dianjurkan untuk umat Islam. Bahkan, Gus Dur pernah menyampaikan pernyataan di kitab manapun tidak akan ditemukan istilah halal bihalal karena merupakan tradisi bangsa Indonesia.

Karena masih pandemi Covid-19, halal bihalal pada Idul Fitri 1443 H masih dibatasi. Tidak ada open house yang diselenggarakan pemerintah. Namun di tengah masyarakat, halal bihalal tahun 2022 ini kembali dilaksanakan.

Upaya merawat dan menerpakan nilai dan  semangat silaturahim masyarakat Indonesia di tengah masa pemulihan dari pandemi Covid-19, harus tetap dijaga. Apalagi, dengan gencarnya media sosial, perselisihan dan sebagainya mudah terjadi dari berbagai kalangan, bukan hanya antar elite tetapi juga antar masyarakat.

Silaturahim dengan tetap muka sangat dianjutkan sebagaimana hadits Nabi, saat dua orang bersalaman maka dosa keduanya akan terhapuskan.

Silaturahim ini menjadi kekuatan luar biasa Indonesia. Karena dengan saling bertemu langsung bisa meredakan ketegangan yang ada sekaligus mampu merekatkan ikatan persaudaraan di tengah masyarakat.

Kekayaan tradisi ini yang wajib kita jaga dan lestarikan bersama-sama.Tradisi silaturahim perlu terus ditumbuhkan di tengah perjuangan bangsa Indonesia bangkit dari pandemi Covid-19. Silaturahim diyakini akan melahirkan sikap saling kesepahaman dan sinergisitas antar berbagai elemen masyarakat.

Nilai-nilai positif ini pun  menjadi keunggulan sekaligus keunikan yang tidak banyak dimiliki oleh bangsa lain. Maka dari itu momen halal bihalal merupakan kekuatan besar umat Islam dalam merekatkan hubungan antar sesama dan antar umat Islam, bahkan bisa dikatakan momen perdamaian yang rutin dilakukan setiap tahun usai Lebaran.*** (Maksuni, Praktisi Pers)

 

 


Share this Post