Agama sebagai Pencegah Kasus Kejahatan
Sumber Gambar :Oleh
Maksuni
Dalam
beberapa bulan terakhir, Banten mengalami berbagai kejadian kasus pembunuhan yang
sadis. Beberapa kasus pembunuhan yang terjadi di wilayah hukum Polda Banten di
antaranya kasus pembunuhan satu keluarga di Waringin Kurung, Kabupaten Serang,
kasus pembunuhan beserta pemerkosaan gadis Baduy di Lebak dan kasus pembunuhan
untuk pesugihan di Lebak.
Maraknya
kasus pembunuhan di Banten sudah tentu membuat berbagai kalangan prihatin.
Apalagi Banten dikenal sebagai daerah yang masyarakatnya religius. Namun
mengapa kasus-kasus kejahatan sadis justru marak?
Ketua
Departemen Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Iqrak Sulhin (Kompas, 2018)
awal mula pembunuhan digolongkan dalam dua jenis, yakni intended (diniatkan)
dan unintended (tidak diniatkan). Pembunuhan yang direncanakan merupakan kasus
pembunuhan yang paling dominan terjadi dan banyak dianalisis dalam kriminologi.
Terjadinya kasus pembunuhan juga biasanya diikuti oleh beberapa faktor, seperti
terjadinya masalah dalam hubungan interpersonal antara pelaku dengan korban.
Misalnya, masalah interpersonal seperti adanya dendam, sakit hati, atau
sengketa. Pembunuhan terjadi karena hilangnya mekanisme sosial yang memberi
ruang bagi perbincangan hangat antar-manusia.
Iqraq
menganalisis untuk kasus pembunuhan sadis ini, keberingasan pembunuh memang
sulit untuk dijelaskan. Namun, untuk salah mengkategorikan apakah pembunuhan
itu dianggap sadis bisa dilihat secara kualitatif atau kuantitatif. Dalam
konteks ini, adalah cara pembunuhan dan jumlah korban.
Dari sisi pandangan agama, upaya pencegahan dilakukan dengan mengintensifkan kegiatan keagamaan. Secara jelas dan tegas, dengan dalih dan alasan apapun merenggut nyawa orang lain tidak dibenarkan dalam agama. Namun, saat ini justru kasus