Pemprov Banten Dorong Peningkatan Produksi Kacang Kedelai
Sumber Gambar :Pemerintah Provinsi Banten
melalui Dinas Pertanian terus mendorong peningkatan produksi kacang kedelai
untuk kebutuhan bahan baku pembuatan tempe dan tahu. Menjadi salah satu upaya
Pemprov Banten agar harga kacang kedelai stabil. Saat ini harga kedelai
menyentuh angka Rp.10.200 per kilogram.
Kepala Dinas Pertanian
Provinsi Banten Agus Tauchid mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan yakni
dengan peningkatan produksi kedelai lokal dengan pemberian bantuan benih dan
sarana produksi kepada petani seluas 2.050 ha. Bantuan tersebut bersumber dari
anggaran Pemerintah Pusat dan Pemprov Banten. Selain itu, pembinaan kepada
petani secara kontinyu terus dilakukan, khususnya dalam hal penanganan paska
panen.
"Kedelai lokal yang
dihasilkan petani Banten memiliki ukuran yang bervariasi sehingga lebih banyak
diserap oleh industri tahu. Sementara untuk industri tempe tidak dapat banyak
menyerap karena memerlukan ukuran kacang yang sama. Upaya yang dapat dilakukan
petani adalah melakukan sortir kedelai yang dipanen. Untuk yang berukuran besar
dipasarkan ke industri tempe dan sisanya dipasarkan ke industri tahu,"
kata Agus, Kamis (18/3/2021)
Pemberian bantuan benih dan
sarana produksi sebenarnya sudah dianggarkan di Tahun 2020, namun karena adanya
refocusing anggaran, maka bantuan tersebut kembali dianggarkan di Tahun 2021.
"Salah satu dukungan
pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai di Banten adalah dengan
memberikan bantuan benih dan sarana produksi untuk petani. Namun di Tahun 2020
ini, anggaran bantuan benih dan saprodi (sarana produksi) mengalami refocusing
anggaran. Sehingga pencapaian produksi kedelai di Tahun 2020 sebagian besar
berasal dari kegiatan swadaya petani," ungkap Agus.
Terkait dengan naiknya harga
kedelai kata Agus, dikarenakan saat ini masih bergantung pada kedelai impor,
yang dimana harga kedelai dunia sedang mengalami kenaikan sehingga Indonesia
termasuk Banten terkena imbasnya. Karenanya dibutuhkan koordinasi semua pihak
untuk meningkatkan penyerapan pasar terhadap produksi kedelai lokal.
Menurut Agus, Kualitas kedelai
lokal sebenarnya lebih baik karena umumnya kedelai yang tersedia adalah kedelai
yang baru saja dipanen sehingga lebih segar, sementara kedelai impor biasanya
sudah disimpan bertahun-tahun.
"Kedelai yang berukuran
kecil sebenarnya lebih banyak mengandung protein dan rasanya lebih gurih.
Selain itu, kedelai lokal merupakan kedelai asli hayati dan bukan kedelai
transgenik seperti kedelai impor. Kedelai yang ditanam di negara-negara maju 80
persen adalah organisme yang telah dimodifikasi secara genetik (GMO),"
kata Agus.
Selain itu, daya tarik lainnya
untuk kedelai impor di kalangan pengusaha tahu tempe adalah adanya keloggaran
pembayaran dari pemasok kedelai impor, selain disebabkan harga kedelai impor
yang lebih murah dibandingkan kedelai lokal.
"Dengan kondisi ini
diperlukan peran BUMD sebagai off taker kedelai yang dapat memutus rantai
pasokan kedelai lokal sehingga harga kedelai lokal lebih bersaing di pasaran
dan industri tahu tempe bisa diberikan keleluasaan pembayaran bahan baku seperti
yang diberikan pemasok kedelai impor," ujar Agus.
Terkait dengan pengembangan
kedelai secara masal dan luas kata Agus, saat ini masih terkendala dengan
penyediaan benih yang siap tanam karena teknologi benih kedelai masih jauh
tertinggal dibandingkan dengan teknologi tanaman pangan lainnya, salah satunya
adalah masa dorman benih kedelai lebih pendek yakni hanya 2 (dua) bulan,
sedangkan benih lainnya seperti padi relatif panjang yakni 6 (enam) bulan
"Permasalahan lainnya
selain faktor benih adalah motivasi petani menanam kedelai harus terus
ditingkatkan mengingat harga jual yang diterima petani masih dibawah Rp. 7.000
per kg sementara harga over head cost minimal Rp. 7.700 per kg" jelas Agus
RILIS DAN FOTO: BIRO
ADMINISTRASI PIMPINAN SETDA PROVINSI BANTEN